Dasar-dasar Teknologi SAR

Tulisan berikut ini merupakan materi dari kulwap (kuliah via WhatsApp) yang disampaikan oleh Sekretaris PPIDS ULM, Syam’ani, S.Hut, M.Sc. Di grup WhatsApp Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia Komisariat Wilayah Kalimantan Selatan (MAPIN Kalsel), pada Hari Minggu, 16 Juni 2019.

SAR Basics

Oleh: Syam’ani, S.Hut., M.Sc.

Akhir-akhir ini teknologi Penginderaan Jauh (PJ) dengan sistem SAR mulai menarik perhatian. Terutama dengan kehadiran citra SAR yang gratis untuk publik, seperti ESA Sentinel-1 SAR. Anda dapat melihat sendiri contoh-contoh citra Sentinel-1 yang sudah kami proses, termasuk contoh aplikasinya. Untuk melihat galeri citra Sentinel-1 Kalimantan Selatan dan sekitarnya silahkan klik di sini. Untuk mengamati secara visual kejadian banjir Kalimantan Selatan via citra Sentinel-1 silahkan klik di sini. Sementara untuk melihat dan mendownload hasil ekstraksi data geospasial banjir Kalimantan Selatan dari citra Sentinel-1 silahkan klik di sini.

Di sini, saya akan menyampaikan dasar-dasar tentang teknologi PJ berbasis SAR. Supaya belajarnya terstruktur, kita kilas balik dari awal dulu. Bahwa berdasarkan spektrum gelombang elektromagnetik yang digunakan oleh sensor, sistem Penginderaan Jauh (PJ) bisa dikelompokkan menjadi:

  • Optik
  • Termal
  • Microwave/Radar
  • Laser/Lidar

Sensor Optik dan Termal disebut Sistem PJ Pasif, dikarenakan sensor tidak menembakkan cahaya ke permukaan bumi, tetapi hanya menerima pantulan cahaya objek dari sumber cahaya lain, misalnya cahaya matahari. Contoh satelit yang menggunakan sistem PJ pasif/optik adalah Landsat, ASTER, Sentinel-2, Sentinel-3, dan sensor-sensor resolusi tinggi kayak IKONOS, Quickbird, WorldView, GeoEye, dan sebagainya.

Sensor Radar dan Lidar disebut Sistem PJ Aktif. Dikarenakan sensor ini bawa “senter” sendiri, alias menembakkan gelombang elektromagnetik sendiri ke permukaan bumi. Gelombang ini tertangkap objek, dipantulkan oleh objek, dan pantulannya ditangkap kembali oleh sensor. Pada sistem PJ aktif, pantulan kembali dari objek ini dikenal dengan istilah backscatter (hamburan balik). Sebagai catatan, kalau pada sistem optik pantulan ini kita asosiasi kan sebagai reflectance, kalau pada sistem termal kita asosiasi kan sebagai emitance. Kita akan fokus pada SAR, tetapi menggunakan optik sebagai pembanding.

Ada beberapa perbedaan antara sensor optik dan sensor Radar (Radio Detection and Ranging). Yang pertama adalah panjang gelombang. Sensor radar menggunakan gelombang elektromagnetik yg lebih panjang. Sehingga sensor ini mampu melakukan penetrasi atas partikel atmosferik, kayak awan, kabut, asap, debu, uap air, dan sebagainya. Itu sebabnya citra radar relatif bersih dari gangguan atmosfer.

Perbedaan lainnya adalah, gelombang elektromagnetik yang dipancarkan sensor dan diterima oleh sensor sifatnya terpolarisasi (polarized). Sedangkan gelombang optik sifatnya tidak terpolarisasi alias acak. Tentang polarisasi ini sangat penting untuk difahami, sebab salah satu metode analisis citra radar adalah polarimetry. Polarimetry adalah metode analisis citra radar dengan mengeksploitasi polarisasi citra. Termasuk ketika kita ingin menghasilkan komposit citra radar berwarna, yang diutak-atik adalah polarisasinya. Untuk memahami polarisasi, kita kembali lagi ke teori fisika dasar. Bahwa berdasarkan arah getarannya, gelombang itu ada 2 macam. Yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudinal.

Gelombang transversal dan gelombang longitudinal

Gelombang transversal adalah gelombang yang arah getarannya tegak lurus arah rambatannya. Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah getarannya searah dengan arah rambatannya. Contoh gelombang longitudinal adalah suara. Contoh gelombang transversal adalah gelombang cahaya, termasuk semua gelombang elektromagnetik yang digunakan dalam PJ. Jadi kita fokus ke gelombang transversal.

Gelombang transversal memiliki properti: panjang gelombang (wavelength), fase (phase), amplitudo (amplitude), frekuensi, dan sebagainya. Properti ini nanti Insya Allah akan dibahas lebih lanjut. Sekarang kita lanjut polarisasi dulu.

Gelombang tidak terpolarisasi dan gelombang terpolarisasi

Gelombang cahaya, seperti sinar matahari dan sinar lampu di rumah kita, tidak terpolarisasi (non- polarized), sehingga getarannya acak. Kesana kemari, tapi tetap tegak lurus arah rambatannya. Sensor optik seperti Landsat, IKONOS, Sentinel-2, juga menangkap pantulan gelombang elektromagnetik tak terpolarisasi. Sementara gelombang yang dipancarkan dan diterima sensor radar sifatnya terpolarisasi (polarized), sehingga arah getarannya satu arah.

Polarisasi horisontal dan polarisasi vertikal

Ada 2 jenis polarisasi, yaitu polarisasi Horisontal (H), dan polarisasi Vertikal (V). Pada sensor radar, polarisasi gelombang elektromagnetik ini diatur pada saat gelombang microwave dipancarkan sensor, dan pada saat gelombang microwave diterima kembali oleh sensor dari backscatter objek di permukaan bumi. Jadi pancaran dari sensor bisa polarisasi V, bisa polarisasi H. Demikian juga backscatter dari objek yang diterima sensor, bisa V bisa H. Sehingga akan ada 4 kemungkinan polarisasi citra radar, yaitu VV, VH, HH, HV.

VV: pancaran dari sensor Vertikal, backscatter dari objek Vertikal

VH: pancaran dari sensor Vertikal, backscatter dari objek Horisontal

HH: pancaran dari sensor Horisontal, backscatter dari objek Horisontal

HV: pancaran dari sensor Horisontal, backscatter dari objek Vertikal

Polarisasi yang sama antara pancaran dan pantulan, yaitu VV atau HH, dikenal sebagai co-polarization, atau biasa disingkat co-pol. Polarisasi yang beda antara pancaran dan pantulan, yaitu VH atau HV, dikenal sebagai cross-polarization atau cross-pol.

Radarsat-1 dan Radarsat-2

Citra radar yang hanya menyediakan polarisasi tunggal, HH saja atau VV saja, dikenal dengan istilah single-polarization. Di jurnal-jurnal biasa disingkat single-pol. Citra radar yang menyediakan 2 polarisasi, VV,VH atau HH,HV bisa disebut dual-pol, citra radar yang menyediakan 4 polarisasi VV,VH,HH,HV dikenal sebagai quad-pol. Yang paling lengkap tentu saja quad-pol, sehingga citra radar quad-pol kadang disebut juga full polarization. Sayangnya, di atas wilayah Indonesia, tidak ada citra radar quad-pol yang gratisan. Kalau mau quad-pol harus beli dengan harga mahal. Misalnya ALOS-PALSAR2. Untuk Sentinel-1 di wilayah Indonesia hanya digratiskan dual-pol (VV,VH). Radarsat-1 yang rencananya akan digratiskan single-pol (HH).

Perbedaan lainnya antara citra optik multispektral semacam Landsat dengan citra radar adalah, citra multispektral memiliki banyak band atau saluran yang tak terpolarisasi, sedangkan citra radar hanya satu band dengan variasi polarisasi. Pada citra multispektral, untuk membedakan atau mengekstrak objek bisa digunakan perbandingan antar band, transformasi antar band, atau gabungan band. Vegetasi misalnya memiliki pantulan cerah pada inframerah dekat (Near Infrared/NIR). Tanah memiliki pantulan cerah pada saluran merah (Red). Air pada saluran merah pantulannya lebih cerah dari pada saluran NIR. Maka untuk mengekstrak atau mempertajam fitur vegetasi, saluran NIR bisa kita substraksi dengan saluran merah, yaitu NIR-Red. Formula ini dikenal sebagai Difference Vegetation Index (DVI).

Citra radar hanya memiliki satu saluran, maka  kita mustahil untuk melakukan analisis multispektral seperti pada citra Landsat. Salah satu cara untuk membedakan atau mengekstrak objek adalah dengan “memainkan” polarisasinya. Hal inilah yang dikenal sebagai radar polarimetry sebagaimana sudah disebutkan pada bagian sebelumnya.

Akan tetapi, sebagai mana pengetahuan kita pada citra optik, bahwa vegetasi akan cerah pada NIR, maka pada citra radar, kita juga harus tahu karakter backscatter objek pada jenis-jenis polarisasi. Misalnya, vegetasi tinggi backscatter nya pada VV, VH, HH, atau HV?

Termasuk ketika akan membuat citra radar komposit RGB (berwarna), dan mengenali objek berdasarkan warnanya, kita harus faham karakteristik backscatter objek pada masing-masing polarisasi. Sebelumnya harus difahami dulu, bahwa sensor radar tidak akan menangkap warna sebagaimana sensor optik.

Sensor radar akan menangkap beberapa properti objek, yaitu bentuk objek (tekstur/roughness), arah/orientasi objek (horisontal atau vertikal), dan sifat dielektrik objek (seperti air dan logam).

Sehingga tinggi rendahnya backscatter yang diterima sensor radar (alias tinggi rendahnya “nilai pixel”), akan tergantung dari bentuk objek, orientasi objek, dan sifat-sifat dielektrik objek.

Jika pada citra optik kita sepakati ada 3 objek dasar, yaitu air, vegetasi, dan tanah, maka pada citra radar, bentuk umum objek juga “disepakati” ada 3, yaitu surface atau specular, double bounce, dan volume atau volumetric.

Surface: jika backscatter objek rendah, bahkan nol. Ini terjadi pada permukaan yang smooth, seperti air, jalan aspal, atau lapangan beton.

Double bounce: jika backscatter objek dari pantulan ganda. Ini terjadi pada objek yang bentuknya vertikal, seperti bangunan, tower, batang pohon. Volume: jika backscatter objek “terpecah” kesana kemari akibat bentuk objek yang tak beraturan. Ini terjadi pada tajuk/kanopi (daun) vegetasi.

3 tipe pantulan gelombang radar
Karakter backscatter untuk masing-masing tipe objek dan polarisasi

Dari gambar di atas mungkin sudah dapat difahami, bahwa fitur surface akan memiliki backscatter tinggi pada co-pol (VV atau HH). Tertinggi pada VV. Fitur surface adalah objek permukaan bumi yang bentuknya permukaan. Yaitu air, lapangan beton, jalan aspal, dan sebagainya. Sehingga untuk mengekstrak air, salah satunya adalah menggunakan polarisasi VV. Fitur double bounce (objek-objek vertikal) juga tinggi pada co-pol, bahkab backscatter-nya pada co-pol jauh lebih tinggi dari pada fitur surface. Fitur volume seperti tajuk pohon, backscatternya akan sangat tinggi pada cross-pol (VH atau HV).

Geometri citra radar sangat berbeda dari citra optik, khususnya interaksi antara gelombang elektromagnetik yang dipancarkan sensor terhadap objek permukaan bumi. Jadi jangan membayangkan vegetasi yang berwarna hijau di permukaan bumi, akan tampak hijau di atas citra radar. Sebaliknya, warna biru di atas citra radar jangan langsung dijustifikasi sebagai permukaan air. Sebab semuanya tergantung pada komposit polarisasi yang diterapkan.

Intinya, dalam analisis polarimetry, yang diamati adalah kenampakan objek pada masing-masing polarisasi, dan untuk mengekstrak objek, yang “diutak-atik” adalah polarisasinya. Untuk menghasilkan citra radar komposit RGB (citra berwarna), yang dimainkan juga polarisasinya.

Citra radar dual-pol semacam Sentinel-1, tentu saja hanya memiliki dua polarisasi saja, yaitu VV dan VH. Akan tetapi, untuk mempertajam kenampakan objek tertentu, polarisasi ini dapat ditransformasi, sebagaimana kita melakukan transformasi saluran pada citra optik. Transformasi polarisasi misalnya VV+VH, VVxVH, VV/VH, (VH-VV)/(VH+VV), dan seterusnya.

Citra Sentinel-1 komposit RGB VV,VH,VV/VH

Pada komposit RGB VV,VH,VV/VH, berarti VV diberi warna merah, VH diberi warna hijau, VV/VH diberi warna biru. Semak belukar adalah fitur volume, backscatternya tinggi pada VH, sehingga warna hijau murni pada citra komposit ini adalah semak belukar, atau fitur volume sejenis (sawah, rumput, dsb). Bagaimana dengan hutan? Seperti sudah disebutkan sebelumnya, bahwa tajuk pohon (volume) backscatternya tinggi pada VH, sementara batangnya (double bounce) backscatternya tinggi pada VV. Sehingga hutan tinggi pada VV (merah) dan VH (hijau). Maka warna hutan pada citra ini adalah merah campur hijau, yakni hijau kekuningan.

Ada beberapa tipe sensor radar, yaitu SLAR, RAR, dan SAR.

Side Looking Airborne Radar (SLAR) adalah sensor radar yang dipasang pada airborne (pesawat udara). Ini merupakan teknik lama pencitraan radar, walaupun sampai saat ini masih dipakai. Kita tidak akan membahas lebih jauh SLAR.

Real Aperture Radar (RAR) juga merupakan sensor radar tipe lama, yang sangat tidak efisien, terutama ketika ingin menghasilkan citra resolusi spasial tinggi. Tipe sensor radar tercanggih dan paling efisien adalah Synthetic Aperture Radar (SAR).

Aperture kamera

Dalam teknologi kamera, aperture (disebut juga diafragma) merupakan bukaan kamera, yang menentukan luasnya sudut pandang kamera. Sehingga RAR bisa disebut sebagai radar “bukaan kamera” sejati, SAR bisa disebut sebagai radar “bukaan kamera” sintetik.

Akan tetapi, sensor radar tidak seperti kamera sebagaimana sensor optik, melainkan dalam bentuk antena. Sehingga aperture pada radar identik dengan antena radar. Jadi SAR adalah “radar antena sintetik” atau “radar antena rekayasa”.

Sensor radar, baik RAR maupun SAR memiliki 2 ukuran resolusi spasial, yaitu range resolution, dan azimuth resolution. Range resolution adalah resolusi spasial (ukuran pixel asli) dari sudut pandang (incident angle) sensor radar. Sedangkan azimuth resolution adalah resolusi spasial (ukuran pixel asli) dari arah terbang wahana (misalnya satelit).

Range resolution (rg) dan Azimuth resolution (az)

Resolusi spasial asli citra radar ini juga yang membedakan antara citra optik dan citra radar.  Sebab pixel asli citra radar tidak kotak sebagaimana citra optik, melainkan persegi panjang.

Resolusi spasial asli citra Sentinel-1 menurut mode akuisisi (note: yang digratiskan di Indonesia adalah yang Interferometric Wide (IW))

Tentu saja, untuk analisis citra lebih jauh, resolusi spasial (bentuk pixel) yang “aneh” seperti ini harus dirubah menjadi kotak. Untuk Sentinel-1 biasanya dirubah menjadi 10×10 meter atau 20×20 meter, tergantung keperluan.

Untuk memahami lebih jauh tentang SAR, terlebih dahulu harus kita mulai dengan sebuah pertanyaan, mengapa RAR tidak efisien? Sebab SAR adalah solusi atas ketidakefisienan RAR. Perhatikan rumus azimuth resolution berikut:

Azimuth resolution

Sentinel-1 adalah sensor SAR tipe C-band, yang memiliki panjang gelombang sekitar 5 cm (0,05 meter). Sedangkan altitude (ketinggian) orbit satelit Sentinel-1 dari permukaan bumi adalah 693 kilometer = 693.000 meter.

Jika rumus azimut resolution ini diputar, maka:

Panjang antena = (panjang gelombang x tinggi sensor)/azimuth resolution

Sehingga, untuk menghasilkan citra Sentinel-1 resolusi spasial (azimuth resolution) 10 meter, diperlukan antena sepanjang:

Panjang antena = (0,05 x 693.000)/10 = 3465 meter

Are you serious???!!!

Untuk menghasilkan citra radar resolusi spasial 10 meter diperlukan antena sepanjang 3,5 kilometer. Anda bisa membayangkan seperti apa ukuran satelitnya?

International Space Station (ISS) (dimensi 109 x 73 meter)

Objek buatan manusia terbesar yang mengorbit bumi adalah International Space Station (ISS), yang ukurannya kira-kira seukuran lapangan sepak bola (panjang 100an meter). ISS dibangun oleh beberapa negara, dalam waktu beberapa tahun, dengan anggaran duit yang jumlahnya saya kurang tahu, yang pasti sangat besar sekali. Bagaimana dengan satelit radar yang antenanya harus 3,5 km (35 kali lebih panjang dari ISS)? Di sinilah RAR tidak efisien.

Synthetic Aperture Radar (SAR) System

SAR bekerja dengan cara merekayasa antena pendek menjadi seolah-olah antena (aperture) yang sangat panjang. Caranya adalah dengan menembak objek yang sama beberapa kali sepanjang jalur terbang satelit. Sehingga seolah-olah satu objek dipotret dari sebuah antena yang panjangnya berkilo-kilometer. Inilah yang dimaksud dengan synthetic aperture atau antena sintetik. Sebab antena pendek disintesis atau direkayasa atau disimulasikan menjadi seolah-olah antena yang sangat panjang, melalui mekanisme pergerakan antena sepanjang jalur terbang satelit (flight path). Perhatikan yang dilingkari merah pada gambar di atas.

Foto panorama

Analoginya, seperti ketika kita membuat foto panorama. Kita ingin memotret sebuah objek besar dari jarak dekat, sudut pandang (aperture) kamera tentu saja sangat terbatas. Maka kita harus memotret objek beberapa kali, per masing-masing bagian objek, dengan cara bergerak sistematik sepanjang objek. Selanjutnya, foto digabung menjadi satu. Ketika kita memotret panorama, bisa diasosiasikan kita sedang melakukan pemotretan “synthetic aperture”.

Akan tetapi, mekanisme dan tujuan SAR berbeda dengan foto panorama. Kalau foto panorama dibuat dengan tujuan untuk membuat foto objek besar dari jarak dekat. Sementara SAR bertujuan untuk menghasilkan citra radar resolusi spasial tinggi dengan antena pendek.

Dengan teknologi SAR, antena Sentinel-1 ukurannya cuma 12,3 m x 0,821 m

Seandainya Sentinel-1 menggunakan sistem RAR, bukan SAR, maka konsekuensinya:

Azimuth resolution = (panjang gelombang x tinggi sensor)/ Panjang antena

Azimuth resolution = (0,05 x 693.000)/12,3 = 2817 meter

Jadi, jika Sentinel-1 adalah RAR maka resolusi spasial (ukuran pixel)-nya hanya 2,8 kilometer, jauh lebih rendah dibanding NOAA/AVHRR yang resolusi spasialnya 1,1 kilometer.

Tinggalkan Balasan ke Agus Pasaribu Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *