Sejarah Singkat Terbentuknya PPIIG ULM

Sebelumnya Pusat Pengembangan Infrastruktur Informasi Geospasial Universitas Lambung Mangkurat (PPIIG ULM) dikenal dengan nama Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial Universitas Lambung Mangkurat (PPIDS ULM), yang dibentuk pada tahun 2013. Berdasarkan Nota Kesepahaman (MoU) antara Rektor ULM dengan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) yang ditandatangani pada tanggal 28 Oktober 2013. Perubahan nomenklatur PPIDS menjadi PPIIG mengacu kepada Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial (Perka BIG) Nomor 2 Tahun 2019, tanggal 2 Januari 2019, tentang Pusat Pengembangan Infrastruktur Informasi Geospasial.

Sebelumnya, ketika masih bernama PPIDS ULM, secara struktural PPIDS ULM berada di bawah Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ULM. Akan tetapi, saat ini PPIIG ULM secara struktural langsung berada di bawah rektorat ULM. Lebih tepatnya, berada di bawah Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Hubungan Masyarakat. Atau yang dikenal sebagai Wakil Rektor (WR) 4.

Prof. Dr. Ir. H. Gusti Muhammad Hatta, M.S.

Pendirian PPIIG tidak terlepas dari inisiatif Prof. Dr. Ir. H. Gusti Muhammad Hatta, M.S., Guru Besar Fakultas Kehutanan ULM, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti). Dimana Badan Informasi Geospasial (BIG) sendiri pada masa itu masih berada di bawah Kemenristekdikti.

Saat ini, Kantor Sekretariat PPIIG ULM berkedudukan di Kampus Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat. Alasan PPIIG ULM untuk memilih kantor di Kampus Fakultas Kehutanan ULM adalah dikarenakan PPIIG ULM berafiliasi dengan Laboratorium Informasi Geospasial, Fakultas Kehutanan ULM. Baik dalam pengolahan informasi geospasial, maupun laboratorium penunjang server geoportal milik PPIIG ULM. Sementara PPIIG Universitas Palangkaraya (UPR) belum terbentuk, maka untuk saat ini, tanggung jawab PPIIG ULM meliputi 2 provinsi, yaitu Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

Ada beberapa alasan mengapa PPIIG perlu dibentuk di daerah, di antaranya adalah:

  • BIG tidak memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah
  • Data geospasial bersifat sektoral
  • Sebagian besar data geospasial diekstrak di luar BIG, utamanya pemerintah daerah
  • Belum tersedianya pusat/server data geospasial (clearing house) di daerah
  • Implementasi konsep Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) menuju terwujudnya One Map Policy
  • Pemanfaatan sumberdaya manusia di bidang informasi geospasial pada Perguruan Tinggi di daerah
  • Sumberdaya manusia di bidang informasi geospasial yang masih rendah di pemerintah daerah
  • Ilmu dan teknologi informasi geospasial yang berkembang sangat pesat.

Pada awalnya BIG berencana untuk membentuk PPIIG di pemerintah masing-masing daerah, dalam hal ini adalah pemerintah provinsi. Akan tetapi, mengingat potensi tenaga ahli bidang informasi geospasial lebih banyak berada di lingkungan perguruan tinggi, maka akan lebih efektif jika PPIIG didirikan di perguruan tinggi masing-masing daerah. Di samping karena adanya kekhawatiran bahwa tenaga ahli dan operator informasi geospasial di pemerintah daerah yang biasanya rawan mengalami mutasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *